Jarum
jam terus berderak dan berdentang. Dan dalam laju perjalanan sejarah itu, kita
semua diminta untuk bisa terus tumbuh dan berkembang. Tumbuh menjadi
pribadi-pribadi yang matang nan unggul. Berkembang menjadi manusia - manusia
yang mulia nan bermartabat. Sebab pada akhirnya : bukankah kita semua
diciptakan untuk “menjadi khalifah-khalifah terbaik di muka bumi”?Pertanyaannya
sekarang adalah : jikalau memang kita mesti menjadi manusia-manusia unggul nan
mulia, lalu pola pikir terbaik apa yang mesti dicengkram untuk merajut masa
depan yang indah nan tercerahkan? Untuk menjawab pertanyaan ini, saya ingin
mengajak Anda semua melakukan ziarah pada lima elemen pola pikir (minds) yang
diyakini merupakan modal penting untuk membangun keunggulan.
Lima
pola pikir ini sendiri sejatinya digagas oleh Howard Gardner melalui salah satu
bukunya yang memikat bertajuk Five Minds for the Future. Gardner sendiri
merupakan pakar psikologi yang dikenal luas karena dia-lah orang yang pertama
kali memperkenalkan teori kecerdasan majemuk (multiple intelligences). Melalui
serangkaian riset yang ekstensif, Gardner menyimpulkan adanya lima jenis pola
pikir yang akan memiliki peran makin penting dalam perjalanan sejarah masa
depan.
1.
Pola pikir yang pertama adalah disciplined mind (pikiran
terdisiplin) atau suatu perilaku kognisi yang mencirikan disiplin ilmu,
ketrampilan, atau profesi tertentu.
Seorang
praktisi yang menekuni dunia bisnis dan manajemen misalnya, setidaknya mesti
menguasai ilmu dan ketrampilan yang solid dalam bidang tersebut. Demikian pula,
semua profesional lainnya – entah arsitek, ahli komputer, perancang grafis –
harus menguasai jenis-jenis pengetahuan dan ketrampilan kunci yang membuat
mereka layak menjadi bagian dari profesi mereka masing-masing. Esensi dari pola
pikir yang pertama ini adalah : untuk benar-benar menjadi manusia yang
profesional, kita mestinya menguasai secara tuntas, komprehensif, mendalam dan
terdisiplin satu bidang pengetahuan/ketrampilan tertentu.
2.
Pola pikir yang kedua adalah synthesizing mind (pikiran
mensintesa). Atau juga pola untuk mencerap informasi dari beragam sumber,
memahami, mensintesakannya, dan lalu meraciknya menjadi satu pengetahuan baru
yang powerful.
Kecakapan
dalam melakukan sintesa ini tampaknya menjadi kian penting terutama ketika
banjir informasi kian deras mengalir melalui beragam media : televisi, media
cetak, dan dunia online. Dan sialnya, bongkahan informasi yang deras mengalir
itu acap dipenuhi dengan informasi sampah (junk information). Tanpa kecapakan
memilah dan mensintesakan beragam informasi itu, percayalah, kita bisa
tergelincir dan tenggelam dalam lautan informasi. Information overload,
demikian Alvin Toffler pernah menyebutnya beberapa tahun silam (lewat bukunya
yang legendaris itu, The Third Wave).
3.
Pola pikir yang ketiga adalah creating mind (pikiran
mencipta).
Pikiran
ini menggedor kita untuk senantiasa merekahkan ide-ide baru, membentangkan
pertanyaan-pertanyaan tak terduga, menghamparkan cara-cara berpikir baru, dan
sekaligus memunculkan unexpected answers. Pola pikir inilah yang akan membawa
kita masuk dalam wilayah-wilayah baru yang menjanjikan harapan dan peluang
untuk direngkuh dan dimanfaatkan. Pola pikir inilah yang akan membuat kita
mampu berpikir secara lateral (out of the box) dan bukan sekedar berpikir
linear mengikuti jalur konvensional yang acap hanya akan membuat kita stagnan.
Dan pola pikir inilah yang akan menemani kita untuk bergerak maju, progresif,
demi terciptanya sejarah hidup yang positif dan bermakna (meaningful life).
4.
Pola pikir berikutnya adalah respectful mind (pikiran
merespek). Atau sebuah pola pikir untuk menyambut perbedaan pandangan dengan
sukacita, dan bukan dengan sikap saling curiga.
Sebuah
pola pikir yang akan membuat kita terhindar dari anarki akibat pemaksaan
kepentingan. Sebuah pola pikir yang senantiasa mengajak kita untuk merayakan
keragaman pandangan dan sekaligus menghadirkan empati nan teduh bagi
pendapat/pikiran orang lain – meski pendapat itu mungkin berbeda dengan yang
kita hadirkan.
5.
Dan pola pikir yang terakhir atau kelima yang juga amat
dibutuhkan adalah ethical mind (pikiran etis).
Inilah
pola pikir yang terus membujuk kita untuk berikhtiar membangun kemuliaan dan
keluhuran dalam kehidupan personal dan profesional kita. Sebab pada akhirnya,
bagaimana mungkin kita akan menjadi “umat terbaik di muka bumi” jika keluhuran
nilai-nilai etika kita penuh dengan debu, robek dan usang?
Demikianlah, lima pola pikir yang barangkali mesti selalu kita injeksikan dalam segenap ranah kognisi kita. Sebab dengan itulah, kita lalu bisa menyimpan sepenggal asa untuk membentangkan masa depan yang indah nan tercerahkan. Semoga bermanfaat..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar